Rabu, 12 Agustus 2015

HUMANIS : Liga Pejalan Kaki Meksiko Kembalikan Kesadaran Berlalu Lintas...

Revolusi tertib berlalu lintas sedang terjadi di Mexico City. Segelintir manusia berusaha membenahi ibu kota Meksiko yang tidak hanya padat penduduk, tetapi juga sarat akan kendaraan. Khususnya, membenahi sikap dan perilaku berlalu lintas warganya.
_____________________________________________________________________________________________________


Aksi Nekad : Jorge Canez alias Peatonito, mendorong mobil yang menutup jalur pejalan kaki. Dia juga rajin membikin zebra cross dengan cat semprot.(thehimalayantimes.com)

Dalam balutan jubah bergaris putih-hitam serta topeng gulat, pria itu berubah menjadi pahlawan. Tepatnya, pahlawan pembela hak-hak para pejalan kaki. Dia adalah Jorge Canez. Pria yang sehari-hari bekerja di sebuah perusahaan swasta itu menjelma menjadi Pearonito alias Little Pedestrian setiap jubah dan topeng menutup identitas aslinya.
Tanpa ragu, Peatonito mendorong mobil-mobil yang melanggar hak pejalan kaki. Entah itu mobil yang parkir di lahan tidak semestinya, atau mobil yang berhenti di wilayah larangan. Misi utama sosok pemberani itu mengembalikan hak para pejalan kaki yang selama ini direnggut mobil dan jenis kendaraan darat lainnya. Baik itu milik pribadi maupun angkutan umum.
Selain nyali, Peatonito berbekal cat semprot setiap menjalankan misi heroiknya. Menciptakan zebra cross. "Para pejalan kaki senang karena akhirnya mereka punya pembela," tuturnya.

Kreasi terbanyak kedua Peatonito setelah zebra cross adalah trotoar. Ya, dalam beberapa situasi, dia terpaksa menciptakan trotoar dengan menggunakan cat. Terutama, saat ada mobil atau kendaraan yang seenaknya parkir di jalur pejalan kaki tersebut. Dia akan mengecat mobil tersebut dan menjadikannya trotoar. Atau, dia akan nekad memanjat mobil dan kendaraan lain yang parkir di trotoar.
Aksi memanjat mobil di trotoar itu sering menuai protes dari ibunda Peatonito. sang ibu marah karena anaknya nekad "berjalan" di atas mobil-mobil yang parkir atau berhenti di trotoar. "Kita hidup di era kediktatoran mobil. Tidak ada yang pernah memperjuangkan hak-hak para pejalan kaki sampai akhirnya lahir kelompok aktivis pemberani beberapa waktu lalu," terangnya.

Kelompok aktivis yang Canez maksud adalah The Pedestrian League alias Liga Pejalan Kaki. Asosiasi rakyat sipil peduli pejalan kaki itu lahir pada 2013. Ada 30 aktivis dan kelompok aktivis yang bergabung dengan liga tersebut. Aksi mereka beraneka ragam. Tujuannya hanya satu, menertibkan para pengguna jalan dan mengembalikan hak-hak para pejalan kaki sepenuhnya.
Begitu terbentuk, The Pedestrian League langsung melahirkan Mexican Charter for Pedestrian Rights alias Piagam Meksiko untuk (membela) Hak-Hak Pejalan Kaki. Tidak hanya melakukan aksi nyata dengan bertindak ala polisi seperti Peatonito, liga tersebut juga memanfaatkan jalur hukum dan birokrasi untuk merombak peraturan atau kebijakn Meksiko yang cenderung pro-mobil dan kendaraan.

Jika Peatonito memerangi langsung ketidakadilan di jalan raya, beberapa aktivis kelompok yang bergabung dengan liga tersebut berjuang lewat mesia sosial atau dunia maya. Mereka rutin mengunggah foto mobil atau kendaraan yang melanggar aturan lalu lintas. Begitu juga, mobil yang parkir di zona khusus untuk kaum difabel. Biasanya, foto yang mereka unggah langsung menuai reaksi dari masyarakat luas.
Hampir sama dengan Peatonito yang langsung terjun ke jalanan, lima badut Claustrofobos juga melakukan hal yang sama. Tetapi, lahan mereka bukan jalan raya, melainkan stasiun dan rel kereta. Khususnya, kereta komuter yang menjadi andalan jutaan warga ibu kota setiap hari. "Akan lebih baik tanpa aksi saling dorong." Demikian bunyi papan yang mereka usung di stasiun kota.

Kini tak kurang dari 21 juta penduduk Mexico City harus bersaing dengan empat juta mobil pribadi dan lima juta kereta komuter. Tanpa revolusi yang dipelopori Liga Pejalan Kaki itu, bukan mustahil penduduk kota terbesar di Meksiko itu akan menjadi korban kediktatoran mobil. Lampu lalu lintas dan rambu yang lain pun hanya akan menjadi hiasan serta saran semata, tanpa ada kesadaran untuk mematuhinya.




SUMBER : Jawa Pos, 26 Juli 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar