Malaysia Super League (MSL) 2015 hanya di ikuti 12 klub. Meski begitu, kompetisi di kasta tertinggi sepak bola Malaysia itu tetap berlangsung semarak. Seperti yang terjadi di Seremban, ibu kota Negeri Sembilan.
_____________________________________________________________________________________
Pemain Selangor FA menyapa suporter di Stadion Tuanku Abdul Rohman Sabtu lalu (11/4).(digital.jawapos.com)
Sabtu lalu (11/4) pukul 20.40 waktu Malaysia, pemain tim sepak bola Angkatan Tentara Malaysia (ATM) dan Selangor FA bersiap melakukan kick-off. Saat itu pula azan isya berkumandang di negeri jiran Malaysia. Selepas azan, lagu kebangsaan Malaysia berkumandang dan dilanjutkan kick-off pertandingan.
Tim ATM dan Selangor FA memang mempunyai basis fans berbeda. ATM yang merupakan klub berlatar belakang tentara-seperti PSAD di Indonesia- tidak memiliki banyak suporter. Berdasar pantauan di tribun stadion, hanya ada sekitar 5 ribu suporter ATM yang datang ke Stadion Tuanku Abdul Rohman, Seremban.
Mayoritas suporter ATM adalah tentara Malaysia. Dengan menggunakan alat marching band lengkap, mereka membuat suasana riuh rendah sepanjang pertandingan. Kombinasi chant suporter dengan bebunyian marching band menggema di seantero stadion.
Sementara itu, Selangor FA didukung Ultras Selangor, salah satu suporter paling fanatik di Malaysia. Mereka mampu menampilkan chant-chant kreatif seperti layaknya suporter Indonesia. "Ada kabar di sini bahwa Ultrasel (Ultras Selangor) bekerja sama dengan salah satu kelompok suporter di Indonesia," terang Eko Darmawan, salah seorang fans sepak bola yang juga menjadi TKI di Malaysia.
Karena kerap menjalin komunikasi dengan salah satu kelompok suporter di Indonesia, yel-yel dan nyanyian yang dilantunkan pendukung Selangor FA tidak asing lagi di telinga. Jumlah Ultrasel yang datang memang tidak banyak, sekitar 2 ribu orang. Itu wajar karena Selangor FA saat itu bermain tandang. Para suporter Selangor itu membutuhkan waktu 1 jam perjalanan darat untuk sampai di Seremben, Negeri Sembilan.
Tetapi jangan tanya kalau Selangor FA bermain di kandang mereka, Meria Stadion Shah Alam. Bisa dipastikan Ultrasel akan memadati kursi di setiap tribun. Apalagi saat mereka menghadapi klub papan atas seperti Johor Bahru Darul Takzim. "Kalau melawan mereka(Johor Bahru Darul Takzim, red) bisa dipastikan stadion penuh suporter," kata Hazrin, fotografer Selangor FA.
Maraknya kompetisi juga tidak terlepas dari kebijakan harga tiket yang terjangkau di kantong suporter. Agar tak terjadi perang harga tiket di setiap pertandingan, FAM (Federasi sepak bola di Malaysia) menetapkan harga yang sama. "Dulu harga tiket setiap pertandingan bisa berbeda. Yakni, 10 ringgit Malaysia(sekitar Rp 35 ribu). Tetapi sekarang harganya sama, 15 ringgit Malaysia(sekitar Rp 52 ribu) setiap pertandingan," terang Hazrin.
Situasi itu membuat fans setiap klub dengan mudah mendapatkan tiket yang diharapkan. Namun demikian, fanatisme suporter di Malaysia masih kalah bila dibandingkan dengan di Indonesia. Sebab, hanya sebagian klub mapan yang punya basis suporter besar dan militan. Berbeda dengan Indonesia, di antara 18 klub peserta Liga Indonesia, hanya dua klub yang tidak punya basis pendukung banyak.
Citra Malaysia sebagai negara religius juga tercermin di lapangan. Tradisi salat berjamaah sebelum pertandingan yang melibatkan pemain, manajemen, dan suporter dua kesebelasan terjaga hingga sekarang. "Ini normal. Kami harus berbagi tempat dengan pemain lawan," ujar Andik Vermansyah, salah seorang pesepak bola Indonesia yang memperkuat Selangor FA. Kultur seperti itu(salat berjamaah) setidaknya bisa meredam emosi suporter di tepi lapangan saat kecewa atas kekalahan tim mereka.
Mehmer Durakovic, pelatih Selangor FA, menjelaskan bahwa dirinya melihat adanya perubahan yang signifikan dari kompetisi sepak bola di Malaysia. (*/c4/bas)
SUMBER : Jawa Pos, 16 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar