Burung merak mempunyai bulu yang indah. Tidak mengherankan jika seluruh
binatang menyukainya. Hampir setiap hari binatang-binatang lain
menyanjungnya. Sehingga merak menjadi bangga karena sanjungan itu. Lama-kelamaan
merak menyadari bahwa derajatnya lebih tinggi dibanding dengan binatang-binatang
lain. Hal inilah yang membuat merak menjadi sombong dan congkak.
Kecongkakan itulah yg mengubah tingkah lakunya sehari-hari. Merak yang
semula pendiam, kini lebih suka berpidato. Suaranya yang memang merdu itu telah
membuat semua binatang makin menyukainya. Dan merak pun semakin melambung
hatinya. Bicaranya semakin dibuat-buat dengan maksud agar para pendengarnya
terpesona. Sekelumit berita bisa menjadi panjang bila merak yang
menceritakan. Apalagi bila dirasanya pendengarnya tampak tertarik. Merak akan
bercerita panjang lebar dengan tambahan di sana-sini supaya lebih menarik walaupun
banyak kebohongan didalamnya. Untuk mengatakan sesuatu ia selalu memulainya dengan
berbelit-belit. Sehingga tak jarang membuat pendengarnya bahkan tidak tahu.
Pada suatu hari merak bertemu dengan seekor tikus. Ia berkata kepada tikus
itu, ”Dua puluh empat jam sebelum detik kita berjumpa lagi ini, saya bertemu dengan
sesuatu. Sesuatu itu pasti membuatmu takut!”
“Apakah sesuatu yang kamu maksudkan sehingga membuatku takut?”tanya tikus.
“Sesuatu itu adalah binatang. Matanya bercahaya bila malam hari. Bulunya
loreng-loreng gelap. Taringnya setajam harimau. Binatang itu gemar sekali makan
daging tikus. Bila lapar mengeong….!”
“Ala, tak usah berbelit-belit. Katakan saja kamu kemarin bertemu dengan
kucing, habis perkara!” sahut tikus.
“Bicaralah dengan singkat dan tepat! Ingat, pergunakan waktumu jangan
berbicara saja. Waktu adalah belajar,” sambung tikus seraya pergi meninggalkan
merak yang terbengong-bengong.
Dari “Eska Kecil”
Kak Siti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar