Tsung Ting Po adalah pelajar yg jenaka dan cerdas. Akan tetapi dia
miskin dan harus berjalan kaki siang malam untuk sampai ke sekolahnya. Suatu
waktu dalam perjalanannya di malam hari, ia bertemu hantu. Tsung tidak takut
sedikit pun, malah ingin tahu.
“Siapa kamu?” tanya Tsung.
“Hantu, Tuan. Anda siapa?”
“Hantu juga seperti kamu.” katanya berbohong.
“Kamu mau kemana?”
“Ke kota.”
“Sama, saya juga.”
Maka mereka pergi bersama sejauh satu mil lebih.
“Berjalan itu sangat melelahkan. Mengapa kita tidak gantian menggendong
saja?” kata si hantu.
“Ide yg bagus,” Tsung setuju karena ia juga agak lelah berjalan.
Pertama, hantu itu menggendong Tsung sejauh satu mil. ”Kamu sangat berat
untuk ukuran hantu. Apa kamu benar-benar hantu?” tanya si hantu curiga.
“Saya hantu yg masih baru,” Tsung cepat-cepat menjelaskan. ”Saya belum
melepaskan semua masalah yg bersangkutan dengan kematian saya! Itulah sebabnya
saya lebih berat dari hantu pada umumnya.”
Hantu itu tampak puas dengan jawaban Tsung.
Lalu Tsung ganti menggendong hantu yg tidak ada beratnya sama
sekali. Tsung ingin belajar banyak. Ia bertanya, apa yg paling ditakuti hantu.
“Di dunia ini tak ada yg ditakuti hantu kecuali satu hal,” jawab si
hantu. “Jika diludahi orang yg pura-pura mati, ia akan berubah menjadi seekor
domba.”
Sekarang Tsung mendapat akal untuk membayar sekolahnya di kota. Tak lama
kemudian, mereka tiba di dekat gerbang kota. Tsung yg sedang menggendong si hantu
cepat-cepat membantingnya dan meludahinya. Dalam sekejap, hantu itu berubah
menjadi seekor domba gemuk.
Tsung menjual domba
itu ke tukang jagal di kota seharga seribu koin. Dengan kantong penuh
uang, Tsung makan dan minum sekenyangnya. Lalu melanjutkan perjalanannya.
(Dari The
New Spectre, diterjemahkan oleh Luluk Ernawati (majalah BOBO no.49 Tahun
XXVII 9 Maret 2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar