(sumber gbr: features.eonefilms.com)
TRAILER-NYA:
Saat mendengar film teroris, yang terbayang di kepala adalah pasukan berseragam memegang senjata canggih dan mengendap-endap menghindari pantauan musuh. Namun, sekarang mulai banyak film teroris yang mengusung kecanggihan teknologi. Misalnya, Good Kill (2015) yang bercerita tentang seorang pilot drone yang bisa melihat targetnya dengan sangat dekat melalui komputer. Begitu juga serial TV Homeland tentang perburuan teroris dengan menggunakan drone.
Jika dilihat secara seksama, bukan hanya teknologi yang ditonjolkan, melainkan juga perang ideologi. Begitu pun yang dilakukan Gavin Hood pada film teroris terbarunya, Eye in the Sky. Saat dunia perfilman mulai sedikit bosan dengan perang ala world war, Hood hadir dengan perang drone yang sekaligus menjadi film terakhir Alan Rickman, sebelum meninggal dunia pada Januari lalu karena menderita kanker.
Menggarap film teroris bukanlah hal baru bagi sutradara yang juga pernah menggarap film X-Men Origins: Wolverine (2009) tersebut. Sebab, dia pernah terlibat dalam Rendition (2007) yang juga mengusung kisah teroris. Namun, kali ini Hood lebih berfokus pada action setiap tokoh jika dibandingkan dengan usaha membuat penonton "berpikir". Karena itu, monolog pun dikurangi.
Eye in the Sky berkisah tentang perburuan para pentolan teroris di Kenya oleh Kolonel Katherine Powell (Helen Mirren). Dengan memakai kamera drone, Powell mengetahui rencana para teroris meledakkan bom bunuh diri. Karena itu, Powell yang bermarkas di London meminta izin membunuh mereka demi menggagalkan rencana bunuh diri. Sayangnya, permintaan itu menjadi perdebatan sengit para politikus dan menteri Amerika.
Perdebatan tersebut tidak semata-mata terjadi untuk melindungi daerah sekitar. Namun, screenwriter Guy Hibbert ingin mengusung dilema moral yang dibalut aksi. Karena itu, hadirlah sosok gadis penjual roti berumur 9 tahun di dekat lokasi bom. "Saat kabar beredar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia, siapa yang punya kuasa memberikan keputusan to kill on not to kill!" ujar Hibbert kepada The Sydney Morning Herald.
Dalam pembuatan film berdurasi 102 menit tersebut, Hood dan Hibbert harus melakukan riset terlebih dahulu untuk menciptakan para karakter dalam film. "Kami memiliki seorang pilot drone sungguhan yang menjadi penasihat teknis kami. Dia pernah menerbangkan F-16 sebelum drone untuk perang Irak," jelas Hood dilansir dari KCET. Selain itu, mereka menggali informasi dari orang-orang di inteligensi militer untuk menciptakan karakter Powell.
Meski mengambil beberapa latar lokasi berbeda, Eye in the Sky sebenarnya hanya diambil di Cape Town, Afsel, untuk meminimalkan biaya produksi. Bahkan, beberapa adegan harus diambil dengan green screen yang mengandalkan imajinasi para pemain.
DATA FILM:
Sutradara: Gavin Hood.
Produser: Ged Doherty, Colin Firth, David Lancaster.
Penulis: Guy Hibbert.
Pemain: Helen Mirren, Aaron Paul, Alan Rickman, Barkhad Abdi.
Musik: Paul Hepker, Mark Kilian.
Sinematografer: Haris Zambarloukos.
Editor film: Megan Gill.
Produksi: eOne Films, Moonlighting Films, Entertanment One Features, Raindog Films.
Distributor: Entertainment One, Shaw Organization, UGC Distribution, eOne Films, Bleecker Street Media, Pancinema.
Spesial efek: Digital Domain.
Rilis: 11 Maret 2016 (AS).
Durasi: 102 menit.
SUMBER: Jawa Pos, 11 Maret 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar